Nama : Feriyal
Novianti
NPM : 22210741
Kelas : 2 EB 22
Mata Kuliah : Aspek Hukum Dalam Ekonomi #
HAK CIPTA
1. Pengertian dan
Istilah
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak
Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan,
seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide,
prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk
mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk
mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka.
Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat
pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda
Hak Cipta.
Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta dimaksudkan
sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan
berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam Hak Cipta, antara lain:
Pencipta: adalah seorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang
dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan: adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan
keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
Hak Cipta: hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan ? pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pemegang Hak Cipta: adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak
Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain
yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
Pengumuman: adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,
pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun,
termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu
Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Perbanyakan: adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik
secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan
bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara
permanen atau temporer.
Lisensi: adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta
atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
2. Lingkup Hak Cipta
a. Ciptaan yang
dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu:
· buku,
program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain;
· ceramah,
kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
· alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan;
· lagu atau
musik dengan atau tanpa teks;
· drama atau
drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
· seni rupa
dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
· arsitektur;
· peta;
· seni batik;
· fotografi;
·
sinematografi;
· terjemahan,
tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
b. Ciptaan yang
tidak diberi Hak Cipta
Sebagai pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak
diberikan Hak Cipta untuk hal-hal berikut:
· hasil rapat
terbuka lembaga-lembaga Negara;
· peraturan perundang-undangan;
· pidato
kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
· putusan
pengadilan atau penetapan hakim; atau
· keputusan
badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
3. Bentuk dan
Lama Perlindungan
Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi
siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut
kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta
pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50
(lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30
UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:
· program
komputer;
·
sinematografi;
· fotografi;
· database; dan
· karya hasil
pengalihwujudan
· berlaku
selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
4. Pelanggaran
dan Sanksi
Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap
sebagai pelanggaran Hak Cipta atas:
· penggunaan
Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
· pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan
di dalam atau di luar Pengadilan;
· pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
· ceramah yang
semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
· pertunjukan
atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pencipta.
· perbanyakan
suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille
guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
· perbanyakan
suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat
apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu
pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial
semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
· perubahan
yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya
arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
· pembuatan salinan cadangan suatu Program
Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk
digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang
dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
· Menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak
Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau
denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
· Memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
5. Pendaftaran
Hak Cipta
Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak
ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak
merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta
maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat
pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan
apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan
dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-DepkumHAM).
6. Contoh Kasus
CONTOH HAK CIPTA DALAM SENI BUDAYA BATIK INDONESIA YANG
DIKLAIM OLEH MALAYSIA
Batik Indonesia berbeda dengan batik milik Malaysia dan
China, karena negara ini memiliki ciri khas yang tidak dimiliki negara lain,”
kata Ketua Asosiasi Tenun, Batik, dan Bordir Jawa Timur, Erwin Sosrokusumo.
Menurut dia, batik asli Indonesia bukan produksi pabrikan (printing/cap/kain
bermotif batik), meski ada pula batik cap yang juga termasuk batik khas
Indonesia.
“Batik Indonesia sebenarnya sudah dikenal bangsa lain sejak
zaman Kerajaan Jenggala, Airlangga, dan Majapahit, namun saat itu bahan
utamanya didatangkan dari China. Penyebabnya, kain sebagai bahan dasar membatik
sulit diperoleh di Indonesia. Untuk itu, batik memang harus diklaim Indonesia
dan bukan negara lain yang mengaku-aku,” katanya.
Menanggapi pengakuan tersebut, Kepala Bidang Perdagangan
Dalam Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, Arifin T.
Hariadi, merasa bangga karena batik sebagai warisan nenek moyang Indonesia bisa
memperoleh pengakuan internasional. “Kerajinan Batik Indonesia sudah
sepantasnya diangkat menjadi warisan budaya dunia. Untuk itu, bangsa Indonesia
tidak perlu khwatir jika negara lain mengakui batik menjadi miliknya,” katanya.
Menurut dia, klaim yang dilakukan Malaysia dan China dengan
alasan memproduksi batik, tentu perlu dilihat bahwa produk itu bukan batik
sebenarnya alias “printing” (kain bermotif batik produksi pabrik). “Kami
bersyukur konsep batik kita sulit ditiru karena memiliki ciri khas tertentu,
karena itu dengan adanya pengakuan dunia itu, maka seluruh lapisan masyarakat
Indonesia ke depan, khususnya Jatim, harus lebih mencintai produk batik dan
produk dalam negeri. Minimal mereka berkenan memakai batik satu kali dalam
sepekan,” katanya.
Seni batik di Jawa Timur berkembang di kawasan pesisir,
seperti halnya penyebaran Agama Islam di ranah Jawa dengan Wali Songo-nya (lima
di antaranya berada di Jatim), semuanya berawal dari pesisir.
Di Tuban dengan Gedog-nya, di Lamongan dengan Pacirannya,
dan Surabaya dengan batik Mangrove, Sidoarjo dikenal dengan batik Jetis serta
Kenongo, di Madura maupun Banyuwangi dengan Gajah Uling-nya, semuanya berada di
wilayah Pantai Utara (Pantura), sedangkan di Selatan berkembang Batik
Baronggung di Tulungagung
Motif batik tulis pesisir Jatim, sarat dengan nuansa flora
dan fauna maupun benda yang memadukan budaya lokal, Islam dan Tiongkok maupun
Eropa. Begitu juga perwarnaan mengadalkan bahan-bahan alami (tumbuhan). Bila
masyarakat sudah mencintai dengan memasyarakatkan batik, kata Arifin,
pertumbuhan angka penjualan perajin batik.
Hari Batik
Terkait ikhtiar menumbuhkan kecintaan terhadap batik itulah
agaknya usul Universitas Kristen Petra (UKP) Jawa Timur untuk menjadikan 2
Oktober – tanggal pengakuan UNESCO terhadap batik sebagai warisan pusaka budaya
dunia (world heritage) dari Indonesia– menjadi “Hari Batik Nasional” patut
didukung.
“Pengakuan UNESCO pada tanggal 2 Oktober itu merupakan
peluang untuk didorong menjadi Hari Batik Nasional,” Hari Batik Nasional itu
perlu dicanangkan untuk mengingatkan masyarakat bahwa batik telah menjadi
warisan budaya dunia dari Indonesia pada tanggal itu. “Untuk memperingatinya,
kita tidak harus mengenakan baju batik. Namun, untuk menghargai warisan budaya
itu sebaiknya kita mengenakan baju batik pada Hari Batik Nasional.”
Ia mengakui motif yang mirip batik juga ada di Jepang,
China, India, Afrika, Jerman, Belanda, Malaysia, dan negara lainnya. Namun,
teknik pembuatan dan budaya pertumbuhan batik di Indonesia memiliki kekhasan.
“Batik di Indonesia merupakan teknik membuat motif kain
dengan menorehkan canting berisi lilin, sedangkan di negara lain hanya
merupakan cetak atau cap (print) bermotif batik, teknologi batik, dan sebagainya.”
pertumbuhan batik di Indonesia berkembang seiring budaya yang ada, sedangkan di
negara lain lebih bersifat industri.
“Saya sudah mengecek kepada seorang rekan di UNESCO tentang
alasan menjadikan batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia, ternyata
pengakuan UNESCO itu sudah melalui riset bertahun-tahun. Batik di Indonesia ada
motif dan filosofi, bukan sekadar produksi,” katanya. Ia menegaskan, baju batik
itu jangan menjadi sebuah pemaksaan, tetapi biarkan menjadi konvensi, seperti
pegawai Departemen Dalam Negeri yang mengenakan baju batik pada hari Kamis dan
Jumat, atau pegawai dari instansi lain yang berbatik-ria pada setiap hari
Jumat. Untuk itu kita sebagai bangsa indonesia harus mencintai produk dalam
negeri yang bagus ini, seperti batik yang tidak mudah ditiru dan memiliki ciri
khas tentang indonesia itu sendiri.
7. Analisa
Semua ide atau
pemikiran yang telah tercipta menjadi sesuatu karya atau bentuk dibutuhkannya
sebuah hak cipta atau hak paten sebagai kepemilikan supaya tidak adanya
pengakuan yang terjadi dari pihak lain, apalagi karya atau bentuk tersebut
merupakan hal yang sudah membudaya di suatu daerah atau negara. Oleh karena
itu, hak – hak tersebut dibutuhkan untuk melindungi karya atau bentuk yang
telah tercipta di daerah itu supaya bisa dibudayakan, diturun temurunkan, dan
dapat menjadi cirri khas daerah tersebut.
Sumber : Wikipedia.id.com